Minggu, 16 Desember 2012

Edisi: Kangen Van Lith

Iya, lagi kangen sama Van Lith.

Aneh ya, dek, kok penjara primitif dikangenin? ;p #kode #nomention

Tapi di sana lah gue menghabiskan 3 tahun yang paling luar biasa di dalam hidup gue...

Foto-foto ini diambil waktu ngambil ijazah. Waktu itu sekolah sepi sekali...






Gak ada yang bener-bener benci/bener-bener cinta sama sekolahnya; sekolah selalu memberikan 2 rasa itu secara bersamaan dalam bentuk kenangan...

I love Van Lith 100%, I hate Van Lith 100%

V,
dia...Z


Jumat, 07 Desember 2012

Putri Buta dan Pangeran Penyihir

Pada suatu masa, ketika penyihir-penyihir masih tinggal berdampingan bersama manusia biasa dengan damai, ketika masih ada ibu peri yang memberikan anugrah kepada setiap anak perempuan, lahirlah seorang putri di Kerajaan Northallington. Setelah lahir, seorang ibu peri bernama Felice memberikannya anugrah kepintaran dan kebijaksanaan seperti ayahnya. Ayah-ibunya, Raja dan Ratu Northallington amatlah sangat menyayangi putri mereka yang manis itu. Seluruh pegawai istana juga menyukai anak asuh mereka yang mulia itu, karena Putri Cordelia—begitulah putri itu dipanggil—tumbuh menjadi gadis yang periang dan baik hati. Kebaikan hati dan kerupawanan Sang Putri tersebar ke seluruh Kerajaan Northallington.

Sayang sekali, putri cantik ini buta. Ibu perinya tidak memiliki keterampilan sihir yang cukup untuk menyembuhkannya. Tabib-tabib dari seluruh penjuru kerajaan pun tidak dapat menyembuhkannya. Hanya para penyihir yang bisa. Namun, meskipun hidup berdampingan dengan baik, penyihir masih dianggap tabu untuk masuk ke dalam istana. Sehingga, tidak ada yang dapat menyembuhkan sang putri.

Tapi Putri Cordelia tidak pernah menyerah untuk terus belajar. Ia berusaha untuk melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan pelayan. Seperti berpakaian, makan, dan berjalan-jalan di istana. Putri Cordelia juga rajin belajar meskipun tak bisa membaca. Gurunya, Tabib Reindra yang sudah tua, setiap hari membacakan buku-buku untuk Putri Cordelia. Buku apapun dibacakan oleh Tabib Reindra, baik buku cerita maupun buku pengetahuan. Putri Cordelia pun selalu mendengarkan dengan baik. Ia tumbuh menjadi seorang putri yang cantik, pintar, baik hati dan mandiri, meskipun ia memiliki keterbatasan.

Tujuh belas tahun berlalu, Putri Cordelia sudah harus mencari pasangan hidup sebelum dilantik menjadi ratu. Ayahnya sudah terlalu tua untuk memerintah sendiri Kerajaan Northallington. Maka dari itu, Keluarga Kerajaan Northallington mengumumkan diadakannya pesta dansa kerajaan untuk mencari seorang pangeran bagi sang putri.

“Ini lucu, Ayah,” kata Putri Cordelia ketika mendengar ide ayahnya sewaktu minum teh.
“Apa yang lucu, Putriku?” tanya Raja Northallington dengan agak bingung.
“Kalau aku tidak salah, waktu aku masih kecil, kita pernah mengahadiri pesta seperti ini yang diadakan oleh Kerajaan Southernlong untuk mencarikan putri bagi Paman… siapa? Aku lupa namanya.”
“Oh ya. Pamanmu Raja Edward ya? Betul, kita pernah menghadirinya. Aku kaget sekali bahwa ternyata putri cantik itu hanyalah seorang anak tiri yang dijadikan pelayan oleh ibunya. Untunglah gadis malang itu punya ibu peri yang memberinya sepatu kaca ajaib itu. Kau boleh mengundang mereka kalau kau mau, Sayangku.”
“Baiklah, aku akan mengundang mereka. Paman Edward dan Bibi Cinderella, ya? Ayah, bolehkah aku mengundang  Ibu Felice?”
“Aku sudah mengundangnya. Nanti ia akan membantumu memilih gaun,” kata Ratu Northallington, ibu Putri Cordelia.
“Ibu, bolehkah aku bertanya? Mengapa hanya seorang gadis yang dapat didatangi ibu peri?”
“Aku juga tidak tahu mengapa. Namun sepertinya sejak dulu juga tidak ada laki-laki yang didatangi ibu peri. Mungkin karena perempuan memiliki keterbatasan yang tidak dimiliki oleh laki-laki,” kata Ratu Northallington kepada putrinya itu.
“Jadi, pemuda-pemuda yang nanti datang nasibnya tidak ada yang seperti Bibi Cinderella, ya? Ah, tidak romantis!”
Sang ratu tertawa mendengar perkataan anak semata wayangnya itu. “Tentu tidak, Sayang. Ternyata kau masih agak kekanak-kanakan ya!” katanya sambil membelai pipi dan mencium kening anaknya yang manis dan hendak beranjak dewasa itu. “Tapi, Ibu yakin kau akan menemukan yang terbaik dalam hidupmu.”

Hari pesta dansa kerajaan sudah semakin dekat. Peri Felice dan Putri Cordelia mencoba gaun yang akan dipakai oleh Putri Cordelia.
“Bagaimana menurutmu, Cordelia. Warna gaun ini putih, sederhana untuk memancarkan kecantikanmu. Kau tampak cantik sekali di mataku,” kata Peri Felice.
“Terasa nyaman dan indah, Ibu. Aku menyukainya. Sayang, aku tidak dapat melihat diriku di dalam gaun ini,” kata Putri Cordelia.

Esok malamnya, pesta dansa dimulai. Seluruh undangan bertepuk tangan ketika Putri Cordelia turun tangga memasuki Aula Utama, didampingi ayah-ibunya. Seluruh undangan tampak terpesona dengan kecantikan sang putri. Putri Cordelia pun mulai berdansa dengan beberapa pemuda. Sayangnya, karena keterbatasannya, Putri Cordelia dan pasangan dansanya hanya bisa berputar kecil-kecil dan maju mundur dan harus hati-hati agar Putri Cordelia tidak tersandung, malah secara tidak sengaja, terkadang Putri Cordelia menginjak kaki pasangannya. Putri Cordelia merasa agak bersalah karena pemuda-pemuda yang berdansa dengannya dirasakan olehnya tidak nyaman ketika berdansa dengannya. Perasaan itu juga membuat Putri Cordelia malu dan agak malas berdansa. Maka, setelah lagu kelima usai, Putri Cordelia memilih untuk duduk di kursi tamu untuk mengobrol dengan Paman dan Bibinya sambil mendengarkan musik. Ketika Putri Cordelia sedang dituntun oleh seorang pelayannya, ada seorang pemuda yang menghampiri Sang Putri.
“Putri, maukah engkau berdansa dengan saya sebentar saja?” pinta pemuda itu.
Kalau saja aku dapat menolaknya… pikir Putri Cordelia agak kesal. Ia mengira para pemuda di situ sudah menyerah untuk berdansa dengan putri saat menonton pemuda lain yang berdansa sebelumnya.
“Baiklah, aku mau,” kata Putri Cordelia dengan agak terpaksa.

Si pelayan membimbing tangan Putri Cordelia ke dalam genggaman pemuda itu. Sungguh tidak disangka oleh Sang Putri, ketika tangannya digenggam oleh pemuda itu, Putri Cordelia merasakan getaran energi dari tangan hangat yang menggenggamnya. Seluruh saraf perabanya berkembang menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Udara yang tidak dapat diraba, sekarang dirasakan menggelitik kaki dan wajahnya. Ketika dibimbing oleh pemuda itu ke tengah aula, Putri Cordelia tidak tersandung-sandung lagi. Refleksnya menjadi jauh lebih baik, seakan ia mempunyai mata di kaki.

“Apa yang kau lakukan? Bagaimana…?!” seru Putri Cordelia kepada pemuda itu, bingung.
“Ssstt…. Tidak apa-apa, Putri. Aku tidak akan membiarkan anda celaka,” kata pemuda itu.

Musik mulai bermain, dan mereka mulai berdansa. Tidak seperti sebelumnya yang hanya maju-mundur, pemuda itu mengajak Putri Cordelia menari berputar-putar mengelilingi aula. Dan anehnya, Putri Cordelia sama sekali tidak tersandung! Dan lebih aneh lagi, Putri Cordelia merasa bahwa di sekitarnya tidak ada lagi pasangan-pasangan yang menari. Malahan, Putri Cordelia hanya mendengar seru-seruan kaget dari sekelilingnya setiap kali ia berputar. Ia tidak tahu, ketika ia berputar, gaun putihnya berubah-ubah warnanya menjadi indah sekali, yang membuat hadirin kaget karena ajaibnya. Namun, Putri Cordelia tidak menghiraukannya. Ia lebih peduli dengan dansa yang sedang dilakukannya. Baru kali ini lah ia merasa bebas untuk bergerak dengan keterbatasannya. Ia menguasai seluruh keseimbangan tubuhnya, sekarang. Tidak ada yang menghalanginya, bahkan kebutaannya.

“Ini menyenangkan sekali!” seru Putri Cordelia.
“Anda senang, Putri? Oh, syukurlah. Saya pikir anda ketakutan dengan menari berputar-putar seperti ini,” kata si pemuda.
“Takut? Ah, kau salah. Aku tidak pernah merasa sebebas ini dalam bergerak. Kata guruku, berputar-putar seperti ini dapat membuat pusing, tapi aku tidak merasakan apa-apa.”
“Anda beruntung karena mata anda tertutup. Saya sekarang merasa pusing.”
“Oh, kurangi saja putaran kita. Musik juga sudah mulai melambat.”

Mereka mulai berdansa pelan-pelan. Putri Cordelia senang sekali dengan dansanya kali ini. Yang ia tidak tahu, pemuda pasangannya sedang membuat keputusan yang lancang sekali terhadapnya.

“Siapakah engaku, yang telah memberikan kekuatan kepadaku? Katakanlah namamu.”
“Saya akan mengatakannya. Nanti. Ketika musik berhenti.”

Musik melambat, berhenti pelan-pelan, dan menghilang.
Dan ada yang menyalakan lampu tepat di depan mata Putri Cordelia.
Putri Cordelia merasa silau. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, lalu melihat sekelilingnya.
Ia baru sadar. Ia bisa melihat.

Putri Cordelia memandang kepada orang di depannya, yang menggenggam tangannya, terlihat bahagia.
Meskipun baru bisa melihat, ia mengerti. Wajah bahagia di depannya amatlah tampan.
Dan di tangan kanan orang itu yang tidak menggenggam tangannya, tergenggam sebuah tongkat.

“Apa yang kau lakukan tadi! Beraninya kau masuk!” jerit sebuah suara yang dikenal Putri Cordelia sebagai suara ibunya.
“Tunggu. Cordelia, kau…?!” ada suara tertahan dari suara berat milik Raja Northallington.

Putri Cordelia tidak dapat menahan kebahagiaannya lagi. Ia berlari menuju singgasana kedua orangtuanya. Ia memeluk ayah-ibunya sambil berkata,
“Akhirnya aku bisa melihat kalian berdua! Betapa bahagianya aku! Oh, Ibu Felice!”
Putri Cordelia memeluk erat ibu perinya. Baru kali inilah ia melihat sosok seorang ibu peri. Sama seperti gambaran yang pernah dibacakan oleh Tabib Reindra. Ibu-ibu peri mempunyai wajah cantik yang awet muda. Mereka tidak menjejak tanah dan kuping mereka lancip. Karena hanya ada satu sosok seperti itu di dekat kedua orangtuanya, maka Putri Cordelia yakin sekali itulah Ibu Felice, ibu perinya.

“Ibu memberkatiku lagi, ya? Terima kasih!” Putri Cordelia mengira kesembuhannya dari berkat ibu perinya.
“Tidak anakku. Tentu kau tahu sihirku tidak akan pernah cukup untuk menyembuhkan panca indera. Dia lah yang menyihir matamu,” kata Ibu Felice sambil menunjuk laki-laki yang masih terpaku di tengah aula.

Semua hadirin memandang pemuda itu. Pemuda itu masih menggenggam tongkatnya. Memandang Putri Cordelia dan ibu perinya secara bergantian.
“Siapakah namamu, penyihir muda? Berlututlah dan sebutkan namamu,” perintah Raja Northallington.
Pemuda itu meletakkan tongkatnya di lantai sambil berlutut. Ia berkata,
“Nama saya Penyihir Daniel dari Hutan Utara. Maafkanlah kelancangan saya, baginda Raja dan Ratu. Saya sungguh patut dihukum. Saya akan mematahkan tongkat saya dan tidak akan menyihir lagi untuk selama-lamanya,” kata Penyihir Daniel pasrah.
“Apa yang kau pikirkan sewaktu hendak menyembuhkan putriku tanpa seizinku? Apa yang memotivasimu? Kau hendak mencelakai putriku?” seru Ratu Northallington dengan marah.
“Oh Baginda Ratu, tak ‘kan pernah sanggup diri hamba memikirkan hal buruk tentang Sang Putri. Sejak pertama kali ia lewat di depanku dan secara tak sengaja menatap mataku ketika karnaval tahun lalu, aku sudah jatuh cinta padanya. Hamba hanya memikirkan betapa sedihnya beliau tidak dapat memandang hamba kembali. Saya telah mempelajari mantra tadi selama setahun ini dan mencobakannya kepada para pengemis buta. Karena berhasil, hamba ingin menyembuhkan Tuan Putri. Hamba hanya ingin, Putri Cordelia memandang mataku lagi…” kata Penyihir Daniel sambil menatap Putri Cordelia.

Mereka saling memandang. Tanpa sadar, Putri Cordelia berjalan menghampiri Penyihir Daniel, meraih tangannya dan membantu penyihir muda itu berdiri.
“Kaulah yang selama ini aku impikan….”
Mereka berdua berpelukan.

Luluhlah hati Raja dan Ratu Northallington melihat putri mereka menemukan mimpinya, meskipun ia merupakan seorang penyihir lancang.
“Daniel, kemarilah,” perintah Ratu Northallington.
Penyihir Daniel melepaskan pelukannya dan berlutut di hadapan singgasana.
“Apa kau bersedia untuk melepaskan tongkatmu dan mematahkannya?” tanya Ratu Northallington.
“Apapun hukum yang anda perintahkan saya untuk melakukannya, saya bersedia.”
“Apakah kau bersedia untuk tidak pernah melakukan sihir lagi untuk selama-lamanya?”
“Ya, saya bersedia.”
“Dan satu hal lagi,” kata Ratu Northallington. “Apa kau bersedia setia kepada putriku sampai mati?”
Penyihir Daniel dan Putri Cordelia tercengang mendengar pertanyaan terakhir.
“Saya akan mematahkan tongkat saya, tidak melakukan sihir selama seumur hidup, apapun akan saya lakukan untuk dapat setia kepada Putri Cordelia, selama-lamanya.”
Penyihir Daniel mengatakannya sambil mematahkan tongkatnya menjadi dua. Tongkat itu terbakar, lalu menghilang.

“Baiklah,” kata Raja Northallington. “Kau dibebaskan dari hukuman, dan akan segera kita adakan pertunanganmu dengan putriku. Dan terima kasih yang amat sangat, karena kau telah menyembuhkan putriku.
“Dan tidak boleh lagi ada penindasan kepada Para Penyihir. Mereka diperbolehkan masuk istana,” kata Raja Northallington, memberikan keputusan terakhir.

Seluruh rakyat bahagia mendengar keputusan Sang Raja.Tak ada lagi diskriminasi bagi para penyihir. Mereka dapat hidup berdampingan dengan baik.

Setahun kemudian dilangsungkan pernikahan antara Putri Cordelia dan Pangeran Penyihir Daniel, yang telah menyembuhkannya dari kebutaan selama 17 tahun. Mereka berdua memerintah Kerajaan Northallington dengan baik. Pada masa itulah penyihir dan manusia hidup berdampingan dalam kedamaian, selama-lamanya.

Minggu, 25 November 2012

Si Cantik dan Si Buruk Rupa

Pada suatu masa, hiduplah seorang saudagar kaya. Ia mempunyai seorang istri dan 3 orang anak. Seperti layaknya saudagar pada umumnya, ada masa ketika saudagar itu kaya raya, ada masa sulit ketika saudagar itu mengalami keadaan "lebih besar pasak daripada tiang." Yang menyedihkan adalah, ketika si saudagar itu sedang bangkrut, istri yang paling dicintainya meninggal dunia...

Lewat masa berkabung, saudagar itu bertekad untuk membawa kembali keluarganya menjadi kaya raya seperti dulu, walaupun sang istri telah meninggal dunia... Ia pun pamit kepada ketiga putrinya untuk melakukan perjalanan ke Timur Jauh untuk berdagang di sana.

Anak pertama berkata, "Ayah, tolong belikan aku sutra dari Timur Jauh. Aku sudah lama ingin gaun yang terbuat dari sutra terbaik yang dimiliki Timur Jauh."

Si saudagar menjawab, "Tentu saja, sayangku. Doakan saja semoga ayahmu ini sukses dan bisa kembali membawakan sutra itu kepadamu."

Anak kedua berkata, "Ayah, tolong belikan aku sepatu kayu dari Timur Jauh. Aku sudah lama ingin sepatu kayu dari kayu terbaik yang dimiliki Timur Jauh."

Si saudagar menjawab, "Tentu saja, sayangku. Doakan saja semoga ayahmu ini sukses dan bisa kembali membawakan sepatu kayu itu kepadamu."

Si kecil bungsu dengan lugunya berkata kepada ayahnya, "Ayah, ayahku sayang, hanya satu yang kuinginkan: ayah cepat pulang dari Timur Jauh..."

Si saudagar tersenyum dan memeluk putrinya yang paling kecil itu, "Aduh, anakku sayang... Ayah belum pergi kok kamu sudah minta ayah pulang?" :) "Kamu mau oleh-oleh apa, nak? Katakan saja..."
"Hmm... Baiklah... Aku mau mawar putih saja untuk oleh-oleh, ayah..."
Mendengar permintaan putri kecilnya itu, terharulah si saudagar dan berjanji, "Tentu saja! Aku akan bawakan mawar putih terbaik untukmu, sayangku!"

Sepuluh tahun pun berlalu. Si saudagar sudah amat rindu kepada putri-putri kesayangannya, dan sudah bosan hidup di Timur Jauh. Ia pun tak lupa membeli sutra merah jambu dan sepatu kayu untuk para kakak-kakak.

Setelah turun dari kapal, si saudagar harus melanjutkan perjalanan dengan kuda untuk pulang ke rumah. Hari sudah petang. Ia melewati suatu hutan yang amat lebat dengan tergesa-gesa. Si saudagar ini sebenarnya agak takut dengan gelap.

Di tengah perjalanan, si saudagar melihat ada serumpun mawar putih yang indah. Melihat rerumpunan itu, si saudagar langsung ingat dengan janjinya dengan si putri kecil. Ia pun turun dari kudanya dan memetik satu bunga mawar putih.

“SIAPA ITU?!” terdengar suara yang amat keras. “BERANI-BERANINYA KAU MENCURI MAWAR PUTIHKU!”

Tiba-tiba di balik rerumpunan itu, menyalalah suatu istana megah. Takut lah si saudagar kaya.

“HEY! JAWAB AKU! SIAPA KAMU?!”

“S-saya hanyalah orangtua yang sedang dalam perjalanan pulang, tuan…”

“Hmm… Kemana kamu akan pulang?” tanya suara misterius itu.

“Ke rumah terdekat dari hutan ini, tuan…”

“Well, masuklah ke dalam istanaku. Makan lah. Baru setelah itu aku putuskan nasibmu.”

Takut-takut, si saudagar membawa masuk kudanya ke padang rumput istana itu. Kuda itu segera makan rumput segar yang ada di situ, dan meringkik-ringkik kegirangan. Saudagar itu tersenyum, lalu menalikan si kuda ke pohon terdekat.
Pintu masuk istana itu dibukakan oleh… sebuah poci teh.

“Selamat sore, tuan!” sapa si Poci Kecil. “Tuan saya menyuruh saya untuk menjamu anda malam ini. Silahkan masuk!”

Terheran-heran tapi senang, si saudagar masuk ke dalam istana.

Istana yang megah dan menyilaukan itu ternyata adalah suatu tempat yang amat nyaman. Lukisan-lukisan yang menempel di dinding bisa tersenyum, berbicara, dan menyambut tamu yang datang. Semua benda-benda mati ternyata hidup dan melayani si saudagar dengan jamuan makanan yang luar biasa nikmat.

Setelah si saudagar puas makan dan minum, suara besar menakutkan itu kembali berkata:

“Hey kau. Sudah selesai makanmu kah?”

“S-sudah, Tuan…” jawab si saudagar takut-takut.

Tiba-tiba terbukalah pintu ruang makan, dan keluarlah sesosok makhluk yang buruk rupa. Saudagar sampai terjungkal dari kursinya karena melihat ke-buruk-rupa-an dari makhluk tersebut.

“Nah. Kau Saudagar Tua, hendak kemana kau pulang?”

“S-seperti yang sudah saya bilang, Tuan. Saya hendak pulang ke rumah saya. Saya sedang separuh perjalanan, lalu melihat mawar putih milik Tuan yang indah. Saya jadi teringat dengan putri kecil saya di rumah yang ingin oleh-oleh mawar putih…”

“Hmh, tapi kau tidak perlu mencurinya dariku, kan?!”

“Maaf, Tuan, saya pikir mawar putih itu tumbuh begitu saja di hutan ini…”

“Mana mungkin, Saudagar Bodoh! Mawar putih sebagus itu pasti dirawat! Dasar Saudagar Yang Tidak Punya Otak!”

“Ampun, Tuan… Sekarang saya harus bagaimana?”

“Mudah saja. Pulang ke rumahmu, bawa putri kecilmu yang ingin mawar putih itu ke istana ini. Katakan padanya bahwa hidupnya di sini akan mudah. Kau sudah merasakan bagaimana mudahnya hidup di istana ini, bukan?” ;) “Kalau kamu tidak mau, kamu akan kubunuh!” ancam si Buruk Rupa.

“Dasar makhluk Buruk Rupa kurang ajar!” pikir si saudagar. “Berani-beraninya ia mengambil putriku!”

Dengan penuh penyesalan atas kesalahan kecil yang telah ia perbuat, si saudagar itu mengangguk, membungkuk, dan pergi pulang.

Sesampainya di rumah, si saudagar memeluk semua putri-putrinya dan memberikan mereka oleh-oleh yang mereka minta: sutra dari Timur Jauh untuk kakak pertama, sepatu kayu dari Timur Jauh untuk kakak kedua, dan mawar putih yang harum dan bersih untuk si putri bungsu.

Mereka berempat bersenda-gurau seharian, saling menceritakan apa yang telah terjadi selama sepuluh tahun ketika mereka, bapak dan anak-anak perempuannya hidup terpisah. Putri-putri yang selalu masih kecil di mata ayah mereka itu tidak tahu bahwa si ayah sedang memikirkan perkara yang sangat pelik…

Setelah makan malam, para kakak kembali ke kamar mereka masing-masing. Kakak pertama mulai menjahit gaun sutra pertamanya dengan senang hati. Kakak kedua mencoba-coba sepatu barunya dengan gaun-gaun yang telah ia miliki. Mereka asyik di kamar masing-masing, meninggalkan si bungsu dengan ayahnya di ruang makan.

“Nak, sebetulnya aku ingin menceritakan sesuatu padamu, tapi aku belum siap mengatakan hal ini di depan kakak-kakakmu,” si saudagar mulai berbicara.

“Katakan saja, Ayah!”

Dan berceritalah si saudagar tentang kebodohannya, kenaifannya dan kesanggupannya atas konsekuensi segala perbuatannya itu.

“Ayah, ayah tenang saja… Aku akan ke istana itu. Ayo kita berangkat sekarang,” kata si putri kecil.
Sambil memeluk putri kecilnya, si saudagar tersedu-sedu, “Maafkan ayah, Nak. Maafkan ayahmu yang bodoh ini…”

“Tidak apa-apa, Ayah. Tidak apa-apa… Ayo kita pamit kepada kakak-kakak.”

Para kakak pun juga terkejut dan menangisi kepergian adik kecil mereka. Mereka juga menyalahkan Sang Ayah, tapi mau bagaimanapun juga, ini semua berawal dari permintaan si putri kecil. Jadi yang bisa para kakak lakukan hanya memeluk dan menangisi adik mereka….

Sesampainya di istana Buruk Rupa, si putri kecil dipersilahkan masuk oleh Poci Kecil. Poci Kecil itu berkata, “Silahkan masuk Putri Kecil! Tapi anda tidak dibolehkan ikut masuk oleh Tuan, Saudagar Kaya…. Maaf sekali.”

“Tidak apa-apa, Poci Kecil. Bilang pada tuanmu supaya memperlakukan putriku dengan baik. Sayangku, aku pulang dulu, jaga dirimu…” kata si saudagar sambil memeluk putrinya.

Putri Kecil segera terpesona dengan keindahan istana itu. Ia menyapa semua lukisan, terbahak-bahak melihat tingkah lucu benda-benda yang hidup, dan terkagum-kagum melihat padang rumput istana itu yang luasnya luar biasa.

“Senang dengan pemandangannya, Nona?” si Buruk Rupa tiba-tiba muncul dari balik punggung si putri kecil.

“E-eh eh… Ya Tuan, istana anda indah sekali,” kata si putri kecil takut-takut sambil membungkuk hormat.”

“Hahahaha, tak usah terbungkuk-bungkuk begitu… Anggap saja ini rumahmu sendiri. Ayo, makan malam bersamaku.”

Di luar dugaan si putri kecil, Buruk Rupa orangnya humoris sekali. Ia dapat membuat si putri kecil tertawa tergelak-gelak atas banyolannya tentang pelayan-pelayannya, benda-benda yang hidup. Si Poci Kecil berinisiatif untuk memutarkan musik bagi Tuan dan Nona barunya. Dengan si Sendok, Panci, Gelas, dan Piring, mereka bersama-sama membangun orkestra kecil yang indah sekali.
Buruk Rupa dan putri kecil pun berdansa setelah makan malam. Berputar-putar sambil mengobrol dan tertawa.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, si Buruk Rupa meminta hal yang tak terduga:

“Nona, maukah kau mencium bibirku?”

Segera si putri kecil melepaskan dirinya dari pelukan si Buruk Rupa, lalu marah-marah.

“Buruk Rupa! Kamu boleh memisahkanku lagi dari ayahku setelah sepuluh tahun kami tidak bertemu! Kamu boleh mengajakku tinggal bersamamu di istana ini! Kamu boleh memberiku makan! Kamu boleh mengajakku berdansa! Kamu boleh tertawa bersamaku! Tapi tidak akan, sekali lagi, TIDAK AKAN PERNAH aku menciummu!” :@

Masih memasang muka cemberut, si putri kecil pergi ke arah teras dan memandangi padang rumput hijau istana Buruk Rupa.

“Nona….” -..- “Kalau kamu tidak menginginkan sesuatu terjadi, tidak perlu marah-marah seperti itu. Sudah, sana ke kamarmu… Poci Kecil akan mengantarmu sampai kamarmu.”

Dan begitulah seterusnya, berulang-ulang rutinitas setiap malam di istana Buruk Rupa. Makan malam—tertawa-tawa—dansa-dansa—Buruk Rupa meminta si putri kecil untuk mencium bibirnya—putri kecil marah-marah—si Buruk Rupa sok menasehati—lalu mereka pergi tidur. Saya juga heran…

Lama-lama si putri kecil bosan tinggal di istana dengan rutinitas-rutinitas begitu saja. Apalagi kalau siang hari si Buruk Rupa pergi berburu ke hutan selama berjam-jam. Si putri kecil biasanya membaca di perpustakaan istana, atau belajar menenun sambil mengobrol dengan si Poci Kecil.

Suatu malam, setelah pertengkaran yang itu-itu saja, si Putri Kecil pergi ke kamarnya, mengganti gaunnya dengan piama, lalu menyisir rambutnya.

“Arrrrgggghhhh! Aku ingin pulang!” teriak si putri kecil kepada cerminnya.

“Kamu ingin pulang?” tiba-tiba ada suara perempuan yang bening dan mirip dengan suara si putri kecil.

“Hah?! Siapa itu?”

“Lihat ke cermin, Nona. Ini aku, si Cermin. Aku mirip denganmu karena setiap hari aku menirumu. Tapi aku bisa berubah bentuk menjadi sesuatu yang lain kalau engkau mau…”

Si putri kecil melihat cerminnya, lalu ia melihat dirinya sendiri sedang duduk dan tersenyum padanya.

“Ohh… Ternyata kamu juga bisa berbicara, ya Cermin? Well, iya…. Aku bosan berantem terus sama si Buruk Rupa tentang hal yang sama. Padahal sebetulnya si Buruk Rupa itu orangnya sangat baik… Aku ingin ketemu Ayah dan kakak-kakakku lagi…”

“Hmm… aku memang tidak bisa mengantarmu pulang. Tapi aku bisa lho memberimu penglihatan atas apa yang terjadi pada Ayah dan Kakak-kakakmu.”

“Ohya? Mana-mana?” :D

Dan terlihatlah dari dalam cermin, si saudagar sedang terbaring sakit, sambil ditangisi oleh kakak-kakaknya yang memijat dan memberi obat.

Saudagar itu berkata, “Putri Kecil…. Yang aku butuhkan supaya sembuh dari sakit ini hanya si Putri Kecil…”

Segera setelah mengetahui kebenaran dari si Cermin, Putri Kecil segera menemui si Buruk Rupa dan meminta izin untuk pulang ke rumah. Awalnya Buruk Rupa menolak mentah-mentah, namun setelah mendengar seluruh cerita si Putri Kecil, ia pun memperbolehkan si Putri Kecil untuk pulang.

Dengan segera, Putri Kecil berkuda ke rumahnya. Sesampainya di rumah, si Saudagar langsung memeluk putrinya dan berkata, “Sudah-sudah… Jangan pernah lagi kembali ke istana itu. Aku di sini menderita tanpamu, Putri Kecil-ku…”

“Tentu saja! Dengan senang hati, Ayah!”

Selama 3 minggu lamanya, si Putri Kecil tidak kembali ke istana si Buruk Rupa. Si Saudagar bahagia dikelilingi oleh putri-putrinya. Tapi semua itu akhirnya berakhir, ketika pada suatu malam, si Putri Kecil didatangi si Cermin.

“Psst! Nona!” seru si Cermin yang datang di kamar si Putri Kecil. Putri Kecil yang sedang bersiap-siap tidur pun segera terbangun oleh suara si Cermin.

“Lho, Cermin?! Bagaimana kamu bisa ada di sini?”

“Aku dapat hadir dimana pun kau bisa memantul, Nona. Tapi yang paling penting, kedatanganku di sini adalah ingin memberitahumu bahwa Tuan sedang sakit!”

“Buruk Rupa? Sakit? Apa yang sudah ia makan sehingga ia bisa sakit?” ._.

“Bukan karena makanan, Nona… Tapi karena ia kesepian. Ia rindu padamu.”

Si Cermin pun memantulkan gambar si Buruk Rupa yang sedang terbaring di lantai istana. Wajahnya menampilkan derita kesakitan yang amat sangat.

Merasa iba, Putri Kecil meminta izin kepada ayahnya untuk kembali ke istana si Buruk Rupa.

“Boleh saja, anakku. Tapi apakah nanti kau akan kembali?”

“Aku tidak tahu ayah. Kita berdoa saja, supaya nanti aku dibolehkan kembali ke sini oleh si Buruk Rupa.”

“Pergilah, Nak. Aku akan berdoa supaya engkau boleh kembali lagi.”

Lalu pergilah lagi si Putri Kecil ke istana si Buruk Rupa. Ia langsung menuju lantai tempat si Buruk Rupa berbaring kesakitan.

“Buruk Rupa, Buruk Rupa! Bangunlah! Sadar! Buka matamu!”

“Apa aku sudah ada di surga?”

*buruk rupa yang bodoh* -___-
“Tidak, Buruk Rupa, aku ini, si Putri Kecil. Ayo buka matamu…”

Masih merasakan sakit itu, si Buruk Rupa mencoba membuka matanya, namun tidak bisa…

Melihat penderitaan si Buruk Rupa, Putri Kecil tanpa sadar mencium bibir si Buruk Rupa.

Segera setelah itu, si Poci Kecil, Gelas, Piring, Cermin, dan teman-temannya berubah menjadi manusia.

Dan si Buruk Rupa menjadi Pangeran Tampan.

Dan mereka hidup bahagia selama-lamanya.

Kamis, 22 November 2012

Kalo gak nulis, stres.

Well, yeah, diz kalo stres nulis.

Sebetulnya gak baik juga sih. Soalnya kalo diz nulis dalam keadaan stres, gak jarang tulisan diz malah jadi racun. Gak baik untuk kesehatan para remaja nusa dan bangsa. :p

Yahhh, hari ini diz mau cerita...

Hari ini hari yang cukup istimewa. Soalnya 2 temen SMA diz yang baik hati: Kartika Puspitasari dan Ardyta Kusumaningsih berulang tahun hari ini. *kecup satu-satu*

Dan hari ini pula, Santa Caecilia, pelindung unit pertama diz di Asrama Van Lith merayakan pesta nama. Semoga kami-kami mantan penghuni dan penghuni unit St. Caecilia yang sekarang dapat meneladani St. Caecilia dalam iman dan perbuatan. Amin...

Dan... Hari ini hari Kamis. Hari Kamis dulu waktu zaman SMA adalah hari yang paling ditunggu-tunggu selain weekend. Karena di hari Kamis kami punya waktu bebas selama kurang lebih 4 jam untuk belanja atau ngapain kek.

Sekarang, zaman kuliah, Thursday is hell of the days.

Kuliah dari pagi sampe sore, sorenya masih ada kegiatan KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik), pikiran gue cuma, "Kapan Jumat-nyaaaaa?!!!"  (۳ ˚Д˚)۳

Tapi hari ini kegiatan KMK-nya membuat diz terbangkitkan lagi, soalnya hari ini kegiatannya nonton film The Last Song.

Kalo ada yang belum tahu, The Last Song adalah fiilm yang dibintangi oleh Miley Cyrus dan Liam Hemsworth (I love this couple more than Robert Pattinson-Kristen Stewart, fyi). Film ini diadaptasi dari bukunya Nicholas Sparks dengan judul yang sama.

Film ini udah lumayan lama. Ceritanya tentang Ronnie (Miley Cyrus) yang mengunjungi ayahnya selama musim panas. Ayahnya tidak tinggal dengannya lagi karena sudah bercerai dengan ibunya. Awalnya hubungan Ronnie dengan ayahnya tidak berjalan mulus. Namun, setelah berdinamika, Ronnie juga menemukan cinta, ayah dan anak itu pun harmonis kembali.

Nah... Yah, namanya juga cerita. Gak asik kalo gak ada konfliknya.

Ayahnya ternyata menderita kanker paru-paru yang sudah stadium 4 dan akhirnya meninggal.

Setelah nonton film ini, diz ngerasa, diz bener-bener anak yang sialan.

Masih syukur masih punya orangtua yang bisa membiayai diz kuliah, sementara tetangga diz ibunya meninggal dan belum bisa kuliah... Sering diz masih mikir, "Aduh... capek banget kuliah. Males banget, mau mati rasanya...", "Coba gua keterima di PTN atau milih kuliah di Jogja aja..." dst. Padahal diz beruntung banget bisa kuliah di tempat yang deket rumah, jadinya bisa kembali pulang setiap hari. Dan diz juga gak tau deh kalo kuliah di tempat lain, apa diz bisa merasa yakin sama masa depan dan prospek kerja yang akan diz ambil kayak sekarang ini.

Yeah, thank God and sisters of KMK who made my fire light up again... I love You and you all... :*

Hehe
V,
dia...Z

Minggu, 11 November 2012

Dan Sekarang?

Apa kabar mereka yang masih di sana?
Tentu jemuran mereka masih basah
Rumput-rumput itu masih hijau
Instansi laknat penggodokan itu masih berdiri...

Tetap semangat ya, adik-adikku. :)

V,
dia...Z

Aku Bermimpi...

Aku bermimpi akan Mbah Merapi dan istrinya Merbabu, dan suatu tempat di kaki-kaki mereka.

Aku bermimpi tentang suatu pagi
Jemuran yang masih basah
Sepetak kecil rumput
Dan sepotong jalan setapak
yang memisahkan dua buah teras.

Di teras itu, ada gadis-gadis muda...
Cepat-cepat mereka memakai sepatu, seperti lomba saja
Lalu berdua-dua, bertiga-tiga mereka berangkat sekolah
Wajah gadis-gadis muda itu adalah wajah-wajah termanis
Gadis-gadis muda yang terdekat denganku.

Ahh... Apa kabar mereka satu per satu?
Siapa laki-laki yang sekarang sedang mereka gandrung?
Rumpi-rumpi saat mencuci
Bisik-bisik sambil menulis
Debat kusir sambil berbaring

Rindu
Rindu
Rindu

Kesejukan itu
Ribut-ribut itu
Sapaan-sapaan itu

Duh


"Empat, lima, dan enam/berapapun banyaknya kita tersempal/perlahan lebur menjadi tunggal//Dua, satu dan kosong/bersama kita lenyap menjadi tiada/dalam ranah yang mereka sebut kehidupan//Aku dan kalian menangis dan meregang/di antara ruang" -Dewi Lestari, Ingatan tentang Kalian

Sabtu, 29 September 2012

"Terus gua harus bilang 'wow', gitu?"

...

Oh, c'mon...

Sebegitu susahkah menghargai orang lain?
Kenapa kamu tidak mau mengakui kalau kamu benar-benar kagum?

"Masalah buat lo?!"

...

Yes, it is a trouble for me, because if you always say "Terus gua harus bilang 'wow', gitu?", it means you don't give good respect for your friends or somebody else that are human beings too, like you.

*triiiinggg*
*jdeeerrr*

Hope tomorrow will be better than today.

Night-Light

Nox nox~

V,
dia...Z

Kamis, 20 September 2012

Pe. OL. Te-I-Ka.

Politik.

Apa sih?

Well, well, well, begini. Ketika lo udah punya KTP, lo udah punya kebebasan buat melakukan banyak hal, lo bisa melakukan apa saja.

Bahkan untuk mengubah dunia.

Dahsyat? Oh, banget.

Salah satu caranya adalah: berusaha menjadi pemimpin.

Apakah pemimpin = pemerintah? Engg, coba dipikir dulu.

Jadi, mau masuk partai gak lo?

V,

dia...Z

Selasa, 07 Agustus 2012

Harmonisasi

Harmonisasi kalau dalam musik, adalah ketika alat dan pita suara dapat berpadu untuk menghasilkan bunyi-bunyian yang indah.

Harmonisasi kalau dalam sulap adalah ketika mentalist-mentalist kece itu berhasil mempengaruhi dan menipu kita bersama, para penonton yang mau-maunya lho ditipu.

Harmonisasi~ Ahh... Kece sekali sih kata itu. ;)

Kalo katanya John Tondowidjoyo T, CM, (waduh, siapa tuh?) "Dalam tradisi Judeo-Kristiani-Muslim, meskipun berbeda dalam arti tepatnya, pada intinya spiritualitas itu adalah: 'Keharmonisan dengan diri sendiri, keharmonisan dengan orang-orang, keharmonisan dengan dunia, dan keharmonisan dengan Tuhan.'"

Sudahkan hidupmu harmonis hari ini? ;)

V,
dia...Z

Senin, 06 Agustus 2012

Prediksi

Prediksi itu yang suka ditunjukkan Master Joe Sandy itu lho. Beliau menimbang-nimbang lalu menebak dengan ketepatan yang super jitu. Caranya? Ya mbuh. Aku belum belajar e...

Yang jelas, ada alasan yang bisa bikin aku memprediksi masa lalu dan masa depan kalian, wahai teman-teman yang pernah aku ramal. Dan ternyata ramalanku bisa salah juga kan? Aku ini cuma manusia biasa...

Ada suatu teori, "Kita 15 tahun yang akan datang adalah impian kita sekarang yang benar-benar dalam, karena impian itu terekam di dalam alam bawah sadar."

Selama 10-15 tahun gua bermimpi buat menjadi Hermione Granger. Taraaa! Impian itu mewujud, bro.

Gak tahu sih... FYI ajah, Mbah Kakung almarhum masih Kejawen gitu deh. Tapi trus jadi Katolik. Sakramen Minyak Suci beliau sampai 3x.

Jadi, apa impianmu hari ini?

V,
dia...Z

Minggu, 29 Juli 2012

Gua Heran

Gua heran kenapa zaman sekarang kepo/stalking adalah dosa yang amat besar. Padahal itu bentuk perhatian dan kasih sayang, kan? Tapi ya sudahlah, itu pendapat gua aja. Pada akhirnya, semua terserah kalian.

Well, sebetulnya gua paling heran kenapa orang-orang mikirnya gua gak suka sama STIKS Tarakanita. Yang sempet-sempetnya berpikir begitu, berarti orangnya gak cukup mengenal gue.

Padahal kalo mau kepo dikit, postingan gua sebelumnya (Galau Jurusan) gua men-share-kan planning kuliah gue, supaya kalo gua gak masuk UI, jatuhnya gua gak bener-bener terpuruk.

Dan siapa yang peduli? Ternyata cuma kedua orangtua gua, keluarga kecil gua di Van Lith, Kak Go King, Demas, sama Om Ardi. Sama temen-temen cewek gua yang dulu satu asrama di Aspi Van Lith. Ckckckck...

Heran gua heran.

Ya udah sih, ini cuma bentuk keheranan gua aja...
Monggo, komen, ng-jugde. Terserah.

V,
dia...Z

Minggu, 13 Mei 2012

Whoa MLTR! Michael Learns To ROCK! My childhood's rocker.

Michael Learns To Rock 3 months old

Jascha, summer 1988

Kåre, summer 1988

Mikkel, summer 1988


MLTR 2012

...
I have no words.
Nothing.

Source: facebook.com/michaellearnstorock

Kamis, 03 Mei 2012

Galau Jurusan

Gue yakin siswa-siswi kelas 3 SMA se-Indonesia pasti beberapa ada yang mengalami hal yang sama kayak gue: Galau Jurusan. Akar masalah kita bersama ini adalah sistem pendidikan Indonesia yang belom berbasis based on vocation, tapi lebih kayak (1) masuk2in pengetahuan dan ketrampilan sebanyak-banyaknya, (2) dapet jelek ujian ya bodo, (3) yang penting lulus. Busuk.

Tapi ya udah lah. Yang penting sekarang sambil menunggu kelulusan (amin lulus), diz udah membuat planning supaya pendidikan tingkat lanjut diz gak malah jadi kesalahan, tapi bener2 jadi sarana diz buat memasuki dunia kerja nantinya. Here they are:

Step 1: Lulus SMA

Step 2: Kuliah
- Option 1: SNMPTN Undangan
Di sini diz daftar di UI dan Undip. Pilihan pertama Komunikasi, pilihan kedua Sastra Inggris. Ada temen diz yang nanya, "gak sayang IPA lo, Ti?" Gue jawab, NGGAK. Cukup sudah 3 tahun gue berkutat sama Fisika. Gue gak ada masalah sama pelajaran lainnya, suka semua malah, kecuali "F" satu itu.
- Option 2: STIKS Tarakanita
Dulu terkenal dengan nama AKSEK Tarakanita. Sekretaris, ya. Mereka udah lama banget, punya koneksi sama banyak perusahaan, jadinya lulusannya cepet kerja. Ada praktek kerjanya juga buat mahasiswi yang udah semester 5. Mereka baru buka Sekolah Tinggi Komunikasi, jadi abis lulus D3, alumninya bisa langsung kuliah Komunikasi sambil kerja. Menurut diz, sistem ini lumayan keren. Tapi emang sih, Komunikasinya gak se-tenar dan se-terpercaya UI atau Undip.

Segala pertimbangan itu karena pertama-tama diz inget2 lagi cita2 diz. Cita2 yang udh dari SMP adalah tampil di depan kamera buat menyampaikan berita, penyiar berita. Impian yang paling banyak masuk dalam lamunan diz adalah suatu saat, di depan kamera diz ngomong: "Selamat siang pemirsa, saya Stephanie Putri Diasti akan memandu anda selama 30 menit ke depan dalam berita-berita teraktual, tajam dan terpercaya dalam Liputan 6 Siang edisi Senin, 3 Mei 2016. Berita utama kami adalah..." I'm dying for this dream.

Sekarang diz akuin diz juga gak ada masalah sama kerja di depan komputer selama berjam-jam. Diz suka ngetik, suka bikin artikel, suka juga main-main sama Corel Draw buat desain kaos. Ngarang cerita kadang2. Jadi kalo plan A (jadi penyiar) gagal (plis, Tuhan, jangan gagal), diz bisa bikin plan B, plan C, plan D, dll., dan gak ada masalah besar.

Selain itu, diz juga baca di KOMPAS ekstra yg terbit Senin, 30 April kemaren kalo pendidikan vokasi (diploma) sekarang banyak diincar karena banyak dibutuhkan. Makanya diz daftar (dan udah lolos tes) di STIKS Tarki, D3 Sekretaris, selain daftar PTN lewat SNMPTN Undangan.

Jadi....
Plan A: Kalo keterima di PTN jurusan Komunikasi lewat SNMPTN Undangan.
-Kuliah
-Magang, di mana kek, MokTV juga gapapa dah. (senggol kak Go King)
-Jadi penyiar. Aminnnnnnn....

Plan B: Gak keterima di PTN (jangaaaaaannnnn! T_T)
-Kuliah di STIKS
-Ngelamar kerja di perusahaan televisi.
-Kerja + kuliah lagi di Komunikasinya Tarki (atau kalo duitnya cukup, ngejar S1 bisa di PTN...).
-Mungkin diangkat jadi PR setelah lulus Komunikasinya...
-Ngajuin diri di bidang news, boleh gak ya?

Plan C: Buka warnet sama distro kaos di Bandung. (mulai ngasal)

Well, itu semua cuma rencana, gak tau deh kondisi mana yang bakal saya hadapi. Semoga yang plan A.... Soalnya diz udah desperate duluan sama SNMPTN Ujian Tulis. Dua kali try out gagal semua. Lagian, batas daftar ulang Tarki sama pengumuman SNMPTN Undangan sama2 jatuh di tanggal yang sama: 28 Mei. Kemungkinan besar diz gak ikut SNMPTN Ujian Tulis...

May God arrange the best for my life. Amen.

V,
dia...Z


Sabtu, 03 Maret 2012

Menikah Secara Katolik

Aku tadi ngerjain essay agama tentang Pernikahan Katolik. Ada satu pertanyaan: "Menurutmu, apa yang paling penting dalam pernikahan?"

Aku jawab: "Yang pentiong dalam pernikahan adalah ketika masing-masing pihak sudah dewasa, mantap dalam memilih. Saya memilih dia, dan dia juga memilih saya, secara sadar dan teguh hati, tahu resiko, tapi juga mensyukuri apa adanya kami berdua. Siap menerima konsekuensi dan segala kondisi yang ada. Karena, Pernikahan Katolik itu serius sekali; meliputi sifat-sifat: (1) Kudus, yaitu tanda kehadiran cinta kasih Tuhan dalam cinta antar manusia; (2) Monogami, hanya 1 istri dan 1 suami; dan (3) Kekal, hanya Maut yang boleh memisahkan."

Terus aku mikir... Kalau kayak gitu, berarti aku belum siap nikah. (ya eya lah...) :p

Kalo kayak gitu, berarti aku juga bisa nggak memilih untuk hatiku dulu. Menunggu, sampai hadirnya orang yang tepat, bukan Mantan no. 1, atau si Mantan no. 2, atau si Mantan Gebetan no. 1.

The Right Person.

Who is gifted from God just for me. (Thanks a lot, God...)

Who is getting ready because he will receive me from God too. :)

So I am getting ready too, now. :D

Siapa yaa...???

Kalo gue sih berharapnya ntar ketemu dia di UI, jebolan Johanes de Britto, atau Canisius College, atau PL Jakarta.... (Ngarep banget!!! ^_^" Tapi emang sekolah-sekolah yang gue sebutin anaknya manteb semua lhoo... ;p) Yang ganteng, baek, kacamata, suka baca, pinter, Katolik, lebih tua, gaya hidupnya seimbang dan setara sama guehhh... ;P ;P (Ngarep aja terooosss!!)

Tapi biasanya malah dapet cowok yang urakan, sporty, bandel, dan labil kayak Mantan no. 1. ( -__-)"

JDERRR!!!

*dapet inspirasi dari Yang di Atas*

"Carilah, maka kamu akan mendapat."

Oke, Yesus, saya mencari.

V,
dia...Z

Kamis, 09 Februari 2012

Selamat Hari Pers Nasional! :D


Untuk hari yang istimewa ini, diz mau nginget-inget lagi kenapa sih diz jadi punya cita-cita buat jadi jurnalis sekarang ini. :)

Sebetulnya kalo di-inget-inget lagi, yang bikin diz jadi pengen buat masuk dunia jurnalistik, terutama di pertelevisian adalah sewaktu baca komik yang judulnya "News Girl". Diz udah lupa komikusnya siapa, pokoknya diz baca komik itu waktu SMP. Ceritanya tentang perjuangan seorang gadis Jepang yang mengikuti audisi penyiar berita televisi. Dari sini lah diz kepengen buat jadi presenter.

Waktu SMA sekarang ini, diz jadi makin pengen jadi presenter setelah menjadi announcer di Vlodz dan mengalami sendiri OPP (baca postingan sebelumnya). Tapi kalo di-inget-inget lagi, jelas yang ngenalin dunia jurnalistik pertama kali adalah ayahanda diz tercinta yang merupakan seorang wartawan Majalah Katolik "HIDUP". Meskipun media yang dikenalkan pada diz adalah media cetak, tapi diz lebih tertarik buat menjajaki media digital. ;q

Setelah di-inget-inget, ternyata simpel banget yang ngebikin diz pengen jadi presenter, yaitu hal-hal yang ada di sekitar diz sendiri. Mungkin orang gak bakal heran kalo diz mau jadi jurnalis. Orang paling mikir, yah, namanya juga anak, ngikut orangtuanya lah ya... :3

Well, pokoknya apapun cita-cita kalian semoga benar-benar tercapai semua dan itu berasal dari hati kalian ya...

Buat yang punya cita-cita jadi jurnalis kayak diz, keep writing!!! Berjuang bersama ya! :D

V,
dia...Z

Rabu, 08 Februari 2012

Bumi

Diz lagi pengen share fakta tentang bumi. :))
Supaya kita makin cinta dengan ibu kita ini... ;))

Umur bumi sudah 4,6 milyar tahun.

Bumi adalah planet ketiga di tata surya, dihitung dari matahari.

Bumi adalah planet terbesar kelima di tata surya.

Luas permukaan bumi 197.600 km2, tapi 70%-nya tertutup air.

Samudra Pasifik adalah samudra terluas sekaligus terdalam di bumi. Luasnya 166.241 km2 dan dalamnya 10.920 meter.  

Gunung tertinggi di bumi adalah Gunung Everest. Tingginya kurang lebih 8.400 meter.

Sungai terpanjang adalah Sungai Nil, Mesir. Panjangnya 6.650 kilometer.  


 Diterjemahkan dari: www.earthfacts.net
Sumber Gambar: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/2c/Rotating_earth_%28large%29.gif/200px-Rotating_earth_%28large%29.gif

Rabu, 18 Januari 2012

Kenapa Gue Harus Belajar Fisika

Gue stress...

Besok udah mulai Try Out, pelajarannya B. Indonesia sama Fisika.

Duhhh, kalo inget gue ngebet banget pengen masuk FISIP Prodi Komunikasi, gue mikir, ngapain sih gue musti belajar fisika ampe mpot-mpotan? Ngapain sih gue jumpalitan belajar Fisika dan berusaha buat tuntas di pelajaran yang bikin gue stress itu?

Setelah ditinjau kembali, sebelum saya masuk FISIP Prodi Komunikasi, saya harus lulus SMA terlebih dahulu...

Nasib, nasib jadi anak IPA...

Yah, mau gimane lagi? Bangku IPS yang cuma 2 kelas kali 28 orang udah keisi semua nih... Masa gue nyempil?

Lagian gue juga lebih suka ngitung daripada ngapal~

HARUS DIHADAPI!!! >.<

V,
dia...Z

Selasa, 17 Januari 2012

God, I beg You to give me some spirit.

Gue ke dizftrq buat sedikit melepas stress... T_T

Gue amat sangat sebel sama spirit gue yang naik turun mulu ini. Padahal tahun ini banyak yang harus gue kerjain. UN & SNMPTN yang bikin gue, hadeeeeehhhhh, mikirnya aja udah berat. -_-

Resiko emang, gue milih masuk SMA ya emang harus ngadepin UN. Gue mau masuk UI, ya harus ikut SNMPTN. Tapi kalo rasa males udah mendera, huwaaaa, dimana lagi gue pegangan kalo bukan Tuhan?

Gue kangen saudara-saudara-seiman-beda-panggilan gue yang di sekolah lain. Kalo gue curhat ke mereka emang responnya bukannya bikin gue berterimakasih tapi malah nampol dan nonjok mereka sih, tapi mereka bisa bikin gue ketawa dan ngasih gue rasa sayang, rasa aman, wawasan baru dan semangat.

Tapi kalo mereka ninggalin gue lagi sementara gue di sini, apa gak bikin gue sedih dan down lagi?

Terus apa dong ya yang bisa bikin gue semangat ngadepin perulangan materi yang bikin suntuk ini?

Tidur yang lama dan panjang kali yaa...

Dan berdoa, berdoa, dan berdoa lagi.

Ya Tuhan... Semoga saya bisa dapet semangat belajar yang tinggi, juga badan yang sehat, supaya bisa lulus UN, dan masuk UI...
Semoga orangtua dan adik saya juga selalu sehat, dan Engkau membuka jalan rezeki yang lancar bagi keluarga kami....

Amin, amin, amin.

V,
dia...Z